Proses Penuh Makna
Oleh: Syahla Sashikirana Triansyah (Mahasantriwati Cinta Qur’an Center)
Bicara soal proses, ini udah jadi salah satu kata yang nggak pernah hilang dari kehidupan kita. Apalagi, sebagai pelajar dan santri, kita pasti punya tujuan dan harapan yang harus tercapai, meski hasilnya berbeda-beda sesuai dengan usaha yang udah kita lakuin. Biasanya nih, pasti ada kata kaya gini: ‘namanya juga proses’ atau ‘semua butuh proses, say’. Nah, ini nunjukin bahwa hidup kita emang nggak bisa lepas dari yang namanya proses.
Proses itu sendiri nggak instan, semuanya butuh langkah-langkah yang dilakuin secara bertahap alias step by step. Kira-kira, apa sih sebenernya proses itu? Proses adalah rangkaian tindakan atau tahapan yang dilakukan buat mencapai tujuan.
Terkadang, kita tuh suka ngeluh dengan apa yang lagi kita lakuin. Bahkan, kita pengen bisa mencapai semua yang kita inginkan secara instan. Padahal ya guys, kalo kita mau nikmatin setiap langkah dalam perjalanan itu, hasilnya bakalan lebih memuaskan. Ini juga jadi salah satu jalan terbaik buat diri kita dalam menjalani proses hidup.
Sama halnya seperti kisah hidup seorang santri yang menjalani proses hidupnya di masa pengabdian yang penuh lika-liku, penuh tekanan, dan kebingungan dengan berbagai situasi yang harus dihadapi. Lebih sulit lagi kalo dia belum benar-benar mengenal dirinya sendiri—duh, kebayang kan gimana beratnya?
Kisah Santri Dimulai
Berawal dari pikirannya yang berkata:
“Mau pengabdian di pondok aja atau di luar, ya? Kalo kudu di luar juga, pengennya sih ditentuin biar jelas.”
Singkat cerita—hari yudisium pun tiba dimana dia menerima SK (surat keputusan) pengabdian. Setelah dia dapetin dan dia buka, ternyata hasilnya nggak sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Tempat pengabdiannya ditentukan di luar pondok, tapi tanpa arahan jelas dari lembaga. Sedih nggak? Pastinya! Otomatis dia harus cari lembaga buat pengabdiannya di suatu tempat. Perlu usaha dan perjuangan? Tentu saja, teman. Nggak semudah itu buat dapetin tempat buat mengabdikan diri.
Dicarilah lembaga terdekat yang bisa menerima, nemuin tuh lembaga buat mengabdi. Udah lah konsultasi, ngirim ini itu, sampai akhirnya tinggal nunggu hasil, ternyata jawabannya apa coba, temen? Nggak diterima. Kecewa banget. Rasanya sakit hati. Kaya dalam hati tuh bilang gini, ‘plis lah, ini kan udah sesuai banget sama passion aku, lho’. Bukan sampai di situ, dia pun mencari cari lembaga lembaga yang lain yang bisa menerima dirinya buat pengabdian. Nggak juga sampai situ aja, kawan, ternyata masih nggak diterima juga di lembaga-lembaga lain.
Sampai akhirnya, dia hampir menyerah. Dalam pikirannya sempat terlintas, ‘Udah lah, nggak usah ngabdi aja.’ Padahal, pengabdian adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap santri di pesantrennya.
Setelah itu, dia pun hanya bisa berpasrah kepada Allah SWT yang Maha Penolong. Nggak lama setelah beberapa lembaga nggak nerima dia, datanglah satu temennya yang nawarin dia buat mengabdikan diri di tempat pengabdiannya. Kebetulan, pondok tersebut masih membutuhkan guru pengabdian.
Dari situ, santri ini mulai bertanya-tanya, ‘Cocok nggak ya tempat ini buat aku? Gimana nanti kalau ternyata nggak sesuai?’ Setelah dia mencari tau bagaimana pondoknya, ternyata pondok tersebut adalah pondok tahfidz, sangat berbeda dengan latar belakang dan passion-nya di pondok modern. Tapi karena nggak ada pilihan lain, santri ini pun berpasrah meskipun dalam hatinya masih terasa sedikit berat.
Hari demi hari dia jalani, minggu ke minggu dia lewati dengan rasa berat hati, karena dia bingung dengan semua keadaan— karena nggak ada arahan yang jelas dari atasan. Yang bisa dia lakukan hanyalah mengikuti apa yang dikerjakan orang lain. Tapi, tetap saja dia kerap menerima teguran dan kritik dari atasan.
Nah, yang temen-temen harus tau adalah ternyata di pondok itu ada banyak orang dengan latar belakang yang beragam—berbeda suku, bahasa, karakter, dan budaya. Tertekanlah santri ini, dimana notabenya dia adalah orang yang lemah lembut. Hampir saja dia menyerah dan memutuskan untuk berhenti. Namun, di titik itu, dia menyadari bahwa ini bukan saatnya untuk menyerah. Kali ini, dia harus mampu bertahan, menjalani, dan melewati semua tantangan yang ada.
Singkat cerita, bulan demi bulan berlalu, santri ini pun mulai menjalani hidupnya disana. Selama itu, berbagai masalah datang silih berganti. Masalah kecil sering dibesar-besarkan, masalah besar menjadi lebih rumit. Lagi-lagi, ia harus berhadapan dengan persoalan dari senior hingga teman-temannya. Dengan semua masalah yang dihadapinya di sana, ia mencoba menikmati setiap prosesnya. Ia menemukan cara untuk mengabaikan masalahnya, tetapi tetap berusaha menyelesaikan semua persoalan yang ada dengan memperbaiki diri, menaati aturan, dan mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Lambat laun, usahanya membuahkan hasil. Ia berhasil menjadi guru pengabdian yang dipercaya, mampu menyelesaikan semua tugas yang diberikan dengan baik. Ketika akhirnya lulus dan menyelesaikan masa pengabdiannya, ia mendapatkan penghormatan serta apresiasi yang menjadi kebanggaan bagi dirinya sendiri.
Dari sini pun dia mendapatkan banyak hal baik dari pondok tersebut. Pengalaman itu membantunya untuk meng-upgrade dirinya dengan lebih baik. Dimana, awalnya dia adalah orang yang nggak berani memulai sesuatu, baik buat dirinya sendiri maupun orang lain. Kalo dia masih tetap seperti itu, mungkin nggak akan ada perkembangan dalam dirinya. Dia juga tidak akan berani melangkah maju atau memahami orang-orang dengan latar belakang yang berbeda, seperti perbedaan suku, ras, budaya, bahkan bahasa. Namun, proses ini justru membukakan matanya untuk lebih menerima dan belajar dari keberagaman.
Dengan cerita di atas, ini sesuai dengan apa yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an Surat Al- Baqarah:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal dia amat baik bagimu. Dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal dia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu nggak mengetahui.” (QS Al Baqarah: 216)
Tuh kan, kita nggak boleh mengira sesuatu itu buruk menurut kita, juga sebaliknya. Karena Allah pun sudah menjelaskannya.
Nah, dari cerita santri ini ada beberapa faktor yang menjadikannya seperti itu. Pertama, dia masih belum sepenuhnya menerima situasi yang nggak sesuai dengan passion-nya. Hal seperti ini sering membuat kita merasa berat untuk menjalani sesuatu, bahkan enggan untuk melakukannya. Akibatnya, itu justru mengganggu diri kita sendiri dalam menjalani kehidupan. Akan tetapi, apapun yang kita hadapi, meskipun nggak sesuai dengan harapan atau keinginan kita, semuanya kembali kepada diri kita masing-masing. Bagaimana kita memilih untuk menjalaninya dan menghadapinya? Apakah kita akan berhenti di tengah jalan, atau terus maju dan tetap berusaha menjalaninya Sebenarnya, jika kita mau menerima keadaan dengan hati yang lapang, hal itu bisa menjadi sesuatu yang berharga. Apalagi kalo kita menjalani prosesnya betul-betul, pengalaman tersebut pasti akan jadi pelajaran terbaik dalam hidup kita.
Kedua, dia kurang menikmati apa yang sedang dijalaninnya. Dia merasa belum merasakan hidup yang sebenarnya. Padahal, menjalani sesuatu dengan segala keluh kesah dan kesulitan itu sebenarnya adalah bagian dari proses yang mampu menjadikan diri kita jadi lebih baik. Dengan hal seperti itu juga, terkadang kita masih nggak percaya dengan sesuatu yang akan kita jalani atau masih ragu dengan diri kita, apakah kita itu mampu menghadapi masa depan yang ghaib itu? Apakah masalah yang kita hadapi itu besar atau kecil? banyak atau sedikit? Dengan kita bertanya seperti itu, berarti kita nggak meyakini dengan qada dan qadharnya Allah. Padahal dengan kita percaya dan meyakini, kita nggak bakal ada keraguan buat menghadapi kehidupan ini.
Nah, dari sini ada 3 hikmah yang bisa kita ambil dan digunakan buat sehari hari kita.
Pertama, ikhlas dengan apa yang didapatkan, yaitu dengan berlapang dada dan meluaskan hati buat menerima semua. Dari sini, kita harus memahami dulu apa itu ikhlas. Ikhlas adalah sikap tulus dan murni dalam beribadah kepada Allah SWT tanpa mengharapkan imbalan dari manusia. Ikhlas juga dapat diartikan sebagai membersihkan hati agar hanya menuju kepada Allah SWT. Kita melakukan sesuatu dengan ikhlas pun itu menjadi salah satu buat menyempurnaan ibadah kita, dan ikhlas juga merupakan ibadah yang terkadang sulit manusia lakukan padahal ikhlas adalah perbuatan yang mudah dan pastinya menjadi suatu perbuatan yang dapat Allah ridhoi.
Maka, kita perlu ikhlas atas segala sesuatu yang kita dapatkan serta sabar dengan apa yang tengah kita hadapi. Ikhlas ini pun menjadi salah satu seni menata hati, dan ikhlas itu alatnya hati yang mana mampu mengajarkan hati kita buat lebih berlapang dada, menggunakan hati dengan baik, dan membersihkan hati dari sesuatu yang buruk. Jika kita nggak ikhlas melakukan perbuatan maka akan sia-sia dan rugi dengan apa yang kita lakukan. Seperti sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya Allah nggak menerima amal perbuatan kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya” (H.R Abu Dawud dan An-nasai).
Maka, ikhlas itu adalah pekerjaan hati.
Kedua, nikmati proses dengan enjoy. Dengan kita menjalani sebuah proses dengan tenang maka semua yang kita jalani nggak akan terasa. Contohnya jika kita berada didalam melewati pemandangan yang indah dan tenang. Dari situ kita pasti melajukan mobil dengan pelan dan tenang buat menikmati keindahan pemandangan tersebut. Menikmati proses itu dengan senang hati, tanpa tekanan dan beban.
Meskipun tempat atau fasilitas nggak memadai buat berkembang, maka kita perlu mencari hobi, kebdiasaan atau sesuatu yang menjadikan diri kita itu menerima dan mampu menikmati proses perjalanan hidup ini. Dengan kita enjoy dan faham akan kehidupan ini kita harus bisa yakin pada sesuatu yang kita nikmati akan berdampak baik pada diri kita. Seperti yang dikatakan dalam firmah Allah SWT:
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakuatan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan. Dan berikanlah berita kepada orang prang yang bersabar” (Q.S Al-baqarah : 155)
Ketiga, yakin kepada pertolongan Allah SWT, yakin bahwa kita semua mampu melewati dan menjalani segala kehidupan kita. Karena di setdiap langkah dan perbuatan kita pasti Allah bantu dan tolong, maka akan dimudahkan segalanya. Yakin pun kita percaya dengan apa yang kita lihat, dan hasil dari keyakinan adalah melihat apa yang kita yakini. Dengan yakin pun kita dapat percaya diri akan sesuatu yang kita jalani pasti mendapat buah dan hasil sesuai dengan apa yang kita lakukan. Maka, dari itu kita perlu optimis dalam menjalani semua kehidupan ini dari sini kita mampu menghadapinya dengan lebih percaya diri. Seperti kata sahabat Nabi Saw :
“Orang yang pesimis melihat kesulitan di setdiap kesempatan, tapi orang yang optimis selalu melihat kesempatan dalam setdiap kesulitan.” – Ali bin Abi Thalib.
Nah, maka dengan kita yakin dan optimis kesempatan selalu datang buat diri kita. Dengan kesempatan akan kita dapati sesuatu yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya.
Kesimpulannya adalah menjalani proses hidup itu banyak lika-likunya, pasti yang kita dapatkan itu keluh, kesah, nangis, duka atau malah sebaliknya. Itu pun juga tergantung dari bagaimana kita menghadapi semua proses ini. Karena sejatinya proses adalah perjalanan kita buat menjadi lebih baik dan lebih keren. Maka, kita jangan takut buat mencoba dan berproses, jalani semua proses apapun itu karena semuanya pasti memiliki hikmah dan hasil.
Dan jangan lupa juga setiap perjalanan hidup harus selalu bergantung kepada Allah yang Maha Esa, pasti akan mudah kita dalam menghadapi semua apa yang ada dihadapan kita. Dengan menjalani proses pun kita harus ikhlas dalamnya karena ikhlas itu pun menjadi salah satu cara hati buat tertata dengan penuh kelapangan dada, terus menikmati proses dengan tenang dan nggak terburu-buru buat menggapai sesuatu yang diinginkan. Jalani dengan penuh kebahagiaan dan keyakinan pada sesuatu yang dilakukan itu pasti menghasilkan hal yang indah serta hikmah yang bermakna buat kehidupan kita.
“Dan ketahuilah, sesungguhnya kemenangan itu beriringan dengan kesabaran. Jalan keluar beriringan dengan kesukaran. Dan sesudah kesulitan pasti akan datang kemudahan.” – HR Tirmidzi-
Referensi Bacaan:
Agar Allah selalu Bersama kita – E.Hamdani