Khutbah Jumat – Mewaspadai Fitnah Akhir Zaman: Tersebarnya Khurafat Perdukunan
Khuthbah Cinta Quran Center, Vol. 1/ No. 7 | Topik: Akidah
Download PDF: 7-Khuthbah_CQC_Vol._1_No._7_-_Mewaspadai_Fitnah_Akhir_Zaman_Tersebarnya_Khurafat_Perdukunan[1]
الخطبة الأولى
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ، أوصيني وإياكم بتقو الله، وقد قال الله تعالى:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ٧٠ يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ٧١ {الأحزاب: ٧٠-٧١}
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا {النساء: ١}
Hadirin jama’ah Jum’at -rahimakumullâh-
Di antara fitnah akhir zaman yang diperingatkan Rasulullah ﷺ adalah fitnah tersebarnya khurafat perusak akidah. Rasulullah ﷺ bersabda:
«بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا»
“Bersegeralah kalian beramal shalih, akan ada suatu masa ketika muncul berbagai fitnah seperti potongan malam gelap gulita, dimana seseorang beriman di waktu pagi dan kafir pada sorenya, dan beriman di waktu sore dan kafir pada paginya, ia menjual agamanya dengan harga dunia.” (HR. Muslim, Ahmad)
Apa penyebabnya? Salah satunya tersebarnya berbagai khurafat, al-‘Allamah Al-Syaikh Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi dalam kitab ‘Alamat al-Qiyamah al-Shugra’ wa al-Kubra menuturkan: “Di antara perkara yang dikabarkan Rasulullahﷺ adalah tersebarnya khurafat, hingga orang-orang membenarkan ramalan bintang dan ramalan.” Apa itu khurafat? Imam al-Laits, dinukil Tahdzîb al-Lughah (IV/5), mendefinisikan:
الْخُرَافةُ: حَدِيث مُسْتَمْلَح كَذِب
“Al-Khurafat: perkataan yang dibumbui kedustaan.”
Bukan tanpa resiko, tersebarnya khurafat diikuti dengan munculnya ragam amalan jahiliyyah yang bertentangan dengan akidah dan syari’ah itu sendiri, apa yang menjadi kebiasaan jahiliyyah bangsa Arab dahulu adalah buktinya, Allah berfirman menggambarkan:
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا {٦}
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan (pertolongan) kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jinn [72]: 6)
Perbuatan jahiliyyah meminta perlindungan kepada bangsa Jin adalah dampak dari keyakinan khurafat tentang adanya ghul, sejenis hantu yang diyakini memiliki kekuatan super, menguasai suatu wilayah, dimana keyakinan ini telah dibatalkan oleh Islam. Demikian pula halnya dengan ragam khurafat praktik perdukunan, semisal dukun ramalan yang dikenal dengan istilah ‘arraf (paranormal peramal), yang meramal perkara-perkara ghaib hingga barang hilang. Al-Syaikh Ahmad Zaynuddin al-Malibari al-Syafi’i dalam Irsyad al-‘Ibad (hlm. 555) mendefinisikan dukun:
هي الإخبار عن المغيبات في مستقبل الزمان، وادّعاءُ علمِ الغيب، وزعمُ أنّ الجنّ تُخْبِرُهُ بذلك.
“Pihak yang mengabarkan perkara-perkara ghaib di masa mendatang, dan klaim mengetahui ilmu ghaib dan mengaku bangsa Jin yang mengabarkannya hal tersebut.”
Pengertian senada disebutkan Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qal’ah Ji (w. 1435 H) dalam Mu’jam Lughat al-Fuqahâ’ (hlm. 183), sedangkan ‘arraf (peramal) didefinisikan Rawwas Qal’ah Ji (hlm. 308), sebagai peramal bintang (al-munajjim), yang terkadang mempraktikkan pengobatan dari keseluruhan perbuatannya, dengan spesifikasi yang disebutkan Al-Syaikh Ahmad Zaynuddin al-Malibari yakni meramalkan keberadaan pencuri dan barang hilang. Itu semua adalah amalan para dukun dibantu oleh syaithan-syaithan golongan jin, Allah berfirman:
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَىٰ مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ {٢٢١} تَنَزَّلُ عَلَىٰ كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ {٢٢٢} يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ {٢٢٣}
“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaithân- syaithân itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaithân) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.” (QS. Al-Syu’arâ [26]: 221-223)
Al-Hafizh Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H) ketika menafsirkan ayat ini menukil pendapat Qatadah r.a. yang menegaskan bahwa kulli affâk[in] atsîm[in] yakni para dukun, dimana para jin mencuri dengar berita langit kemudian mendatangi sekutu-sekutu mereka dari golongan manusia.[1] Al-Hafizh Ibn Katsir (w. 774 H) pun menjadikan kuhhân (para dukun) sebagai salah satu contoh golongan para pendusta nan fasik dimana syaithan-syaithan turun kepada mereka.[2]
Padahal, Islam telah mengharamkan perbuatan meminta bantuan jin (lihat: QS. Al-Jinn [72]: 6), sebagaimana Islam mengharamkan perbuatan mendatangi dukun. dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi ﷺ, bersabda:
«مَنْ أَتَى كَاهِنًا، أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ ﷺ»
“Barangsiapa mendatangi dukun atau paranormal, lalu membenarkan (meyakini) apa yang dikatakannya, maka sungguh ia telah mengkufuri apa yang telah diturunkan kepada Muhammad ﷺ.” (HR. Ahmad, Ibn Baththah, al-Hakim, al-Baihaqi)
Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً»
“Barangsiapa mendatangi paranormal lalu dia bertanya kepadanya tentang suatu hal, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.” (HR. Muslim, Ahmad, al-Baihaqi)
Islam pun mengharamkan upah bagi dukun, dari Abu Mas’ud al-Anshari r.a., ia berkata:
«نَهَى النَّبِيُّ ﷺ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ»
“Rasulullah ﷺ melarang upah dari hasil penjualan anjing, upah pelacuran dan upah dari perdukunan.” (HR. Al-Bukhârî, Ahmad)
Islam pun mengharamkan manusia mempelajari dan mengajarkan perdukunan (sihir, ramalan, dsb), ia disifati sebagai hal yang membahayakan dunia dan akhirat seseorang (lihat: QS Al-Baqarah [2]: 102). Islam pun menutup celah kecenderungan manusia pada ragam produk perdukunan semisal jimat-jimat syirkiyyah yang mengandung permintaan bantuan kepada syaithan-syaithan golongan jin. Sebagaimana Islam pun menegaskan bahwa syaithan-syaithan golongan jin yang menjadi rujukan para dukun, tidak bisa mencuri dengar berita langit pasca turunnya risalah Islam:
وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ ۖ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا {٩}
“Dan sesungguhnya Kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya), akan tetapi sekarang siapa saja yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) pasti menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).” (QS. Al-Jinn [72]: 9)
Berdasarkan ayat ini dan yang semisalnya, Al-Syaikh ‘Atha bin Khalil dalam Al-Taysîr fî Ushûl Al-Tafsîr (hlm. 113-114) menegaskan bahwa para jin telah dihalangi dari perbuatan mencuri dengar berita langit setelah turunnya risalah Islam, Al-Imam al-Zuhri, dinukilkan al-Imam al-Sibli dalam Âkâm al-Marjân fî Ahkâm al-Jânn (hlm. 179):
Dalam hadits ini terdapat petunjuk atas apa yang telah kami ketengahkan sebelumnya, bahwa klaim ramalan dengan nujum telah ada semenjak dahulu kala, akan tetapi pasca diutusnya Rasulullah ﷺ, perbuatan tersebut menjadi hal yang sangat berat dan sukar. Sebagaimana perkataan Imam al-Zuhri, bahwa langit penuh dengan penjagaan kuat dan panah api.
Hal senada diuraikan oleh Syaikh Mutawalli al-Sya’rawi dalam al-Sihr wa al-Hasad (hlm. 66-67), bahkan beliau menegaskan kemustahilan syaithan-syaithan mencuri dengar berita langit. Al-Qadhi Ibn al-Arabi al-Maliki (w. 543 H) dalam Ahkâm al-Qur’ân (II/259):
فَأَمَّا مَنْ ادَّعَى عِلْمَ الْكَسْبِ فِي مُسْتَقْبَلِ الْعُمْرِ فَهُوَ كَافِرٌ، أَوْ أَخْبَرَ عَنْ الْكَوَائِنِ الْجُمَلِيَّةِ أَوْ الْمُفَصَّلَةِ فِيمَا يَكُونُ قَبْلَ أَنْ يَكُونَ، فَلَا رِيبَةَ فِي كُفْرِهِ أَيْضًا
“Adapun siapa saja yang memastikan akan mendapatkan pekerjaan di masa mendatang atau mengabarkan perkara-perkara general atau terperinci tentang sesuatu yang akan terjadi sebelum ia terjadi, maka tidak diragukan lagi kekufurannya.”
Sehingga relevan jika Islam menetapkan sanksi hukuman relevan atas pelaku perdukunan ditegakkan oleh penguasa yang bertanggung jawab menjaga akidah umat dari berbagai khurafat dan perusak akidah.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
الخطبة الثانية
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْن، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ فاَذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ
[1] Muhammad bin Jarir bin Yazid Al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta’wîl al-Qur’ân, Dar Hijr, cet. I, 1422 H/2001, juz ke-19, hlm. 414.
[2] Abu al-Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet. I, 1419 H, juz VI, hlm. 155.