Allah SWT berfirman (yang artinya): Tidakkah kalian memperhatikan al-Quran? Andai al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentu mereka bakal menjumpai banyak pertentangan di dalamnya (TQS an-Nisa’ [4]: 82).
Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Jika kalian tetap dalam keraguan tentang al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah saja yang serupa dengan al-Quran itu, dan ajaklah para penolong kalian selain Allah jika kalian memang orang-orang yang benar (TQS al-Baqarah [2]: 23).
Berkaitan dengan nash-nash di atas, ada kisah yang cukup menarik dan populer. Seperti diceritakan oleh Ibn Abbas, suatu saat Walid bin Mughirah datang kepada Rasulullah saw. Rasul lalu membacakan ayat-ayat al-Quran di hadapan dia. Tiba-tiba, perasaan-perasaan aneh bercampur takjub menyelubungi Walid. Sebagai seorang pemuka Arab yang memiliki citarasa tinggi akan bahasa dan sastra, Walid—meski dia kafir—tidak mampu sedikit pun menyembunyikan kekagumannya terhadap keagungan al-Quran yang baru saja meluncur dari bibir Rasul yang mulia.
Mendengar Walid telah menemui Rasul, Abu Jahal protes. Namun, Walid malah berkata, “Demi Allah! Di antara kalian tidak ada yang lebih paham dariku dalam hal syair, rajaz dan qasidah-nya; serta syair-syair jin. Apa yang diucapkan oleh Muhammad itu (ayat-ayat al-Quran) sama sekali tidak serupa dengan syair-syair itu. Demi Allah! Kalimat demi kalimat yang dia tuturkan sungguh manis; bagian atasnya berbuah dan bagian bawahnya mengalirkan air segar. Untaian katanya sungguh tinggi, tak dapat diungguli, bahkan dapat menghancurkan apa saja yang ada di bawahnya (Qattan, 1992: 379-380).
Itulah mukjizat al-Quran.